Hukum Menutup Jalan Untuk Pengajian dan Tabligh Akbar

Kategori : Artikel, Ditulis pada : 11 Agustus 2023, 17:01:26

ahmad sarwat.jpg

Ust. Ahmad Sarwat, Lc., MA

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Tentu saja kita harus bangga kalau di zaman yang sudah sangat modern ini masih ada orang-orang yang peduli untuk menegakkan syiar-syiar Islam. Adanya tabligh akbar yang dihadiri oleh ribuan jamaah dari mana-mana tentu sangat membuat kita bergembira.

Sebab di zaman kerusakan moral ini, pemandangan yang lebih sering kita lihat justru sebaliknya. Yang banyak dihadiri oleh massa biasanya adalah panggung-panggung hiburan, pentas-pentas kemaksiatan, serta acara-acara yang jauh dari syiar agama.

Yang biasanya mengundang begitu banyak orang bukan pengajian atau tabligh akbar, tetapi pertandingan sepak bola. Coba perhatikan baik-baik, biasanya pertandingan sepak bola itu banyak ditonton orang, meski pun sampai tidak pada shalat Maghrib. Sudah bayar plus tidak shalat pula, kok bisa ramai dikunjungi.

Oleh karena itu kalau di Jakarta ini sampai ada majelis ilmu dan dzikir kepada Allah, di tengah arus modernisasi dan sekulerisasi, tentu rasanya bagaikan setetes embun di padang pasir tandus. Apalagi kalau sampai mendapatkan antusias dari jamaah yang berlimpah, maka kita akan semakin bangga menjadi muslim.

Tabligh Akbar Menutup Jalan

Namun meskipun di satu sisi kita bangga dengan fenomena langka ini, juga perlu diperhatikan hak-hak masyarakat dan warga sekitar. Ketika sebuah majelis tabligh akbar yang kita banggakan itu sampai harus menutup akses jalan, bahkan bikin kemacetan dimana-mana, maka hal ini perlu diperhatikan lebih lanjut.

Sebab pesan-pesan Rasulullah SAW terhadap hak-hak masyarakat, khususnya para pengguna jalan itu sangat tegas dan keras, bahwa kita dilarang merampas hak-hak itu dari masyarakat.

1. Membuang Duri Dari Jalan Diampuni Allah Dari Dosa-dosa
Sebuah hadits yang amat populer terkait dengan imbalan orang yang membuang duri dari jalan telah diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiallahuanhu bahwa Rasulullah SAW bersabda:

بَيْنَمَا رَجُلٌ يَمْشِي بِطَرِيقٍ وَجَدَ غُصْنَ شَوْكٍ عَلَى الطَّرِيقِ فَأَخَّرَهُ فَشَكَرَ اللَّهُ لَهُ فَغَفَرَ لَهُ

Ketika seorang lelaki tengah berjalan di suatu jalan, dia mendapati ranting yang berduri di jalan tersebut. Maka dia mengambil dan membuangnya. Maka Allah berterima kasih kepadanya dan mengampuninya.” (HR. Al-Bukhari Muslim)

Rupanya salah satu alasan kenapa Allah SWT mengampuni dosa seseorang adalah karena dia menghilangkan duri dari jalan. Artinya dalam hal ini, orang itu memberikan hak-hak para pengguna jalan sepenuhnya, sampai kalau ada duri yang akan mencelakakan para pengguna jalan, dia pun membuangnya.

Hanya dengan tindakan ringan dan kita anggap sepele itu, ternyata mendatangkan karunia yang amat besar berupa terima kasih dari Allah SWT. Bayangkan, Allah SWT berterima kasih kepada kita. Dan kemudian diteruskan menjadi memberikan ampunan dari dosa-dosa kita.

Sungguh luar biasa adab-adab yang diajarkan agama kita ini. Kepedulian kita atas hak-hak para pengguna jalan justru menjadi jalan pengampunan.

2. Masuk Surga Karena Membuang Duri Dari Jalan

Kalau pada hadits di atas disebutkan bahwa mereka yang membuag duri dari jalan akan mendapatkan ampunan dari Allah, maka dalam hadits kedua ini Rasulullah SAW menjanjikan surga bagi mereka yang membuat duri dari jalan.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللهِ قَالَ بَيْـنَمَا رَجُلٌ يَمْـشِي بِطَرِيْقٍ وَجَدَ غُصْـنَ شَـوْكٍ عَلَى الطَّرِيقِ فَأَخَـذَهُ فَشَـكَرَ اللهُ لَهُ فَغَـفَرَ لَهُ

Dari Abu Hurairah radhiyallahuanhu bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Pada suatu hari ada seseorang lelaki berjalan di tengah jalan, lalu, ia menemukan tangkai yang berduri di tengah jalan yang dilaluinya itu. Maka, ia menyingkirkan tangkai berduri itu [dari jalan]. Maka, Allah bersyukur kepadanya dan memberi ampunan kepadanya". (HR. Al-Baihaqi).

3. Buang Hajat di Jalan Terlaknat
Saking pentingnya hak-hak masyarakat pengguna jalan, sampai-sampai Rasulullah SAW melaknat orang yang secara sengaja buang hajat di jalan yang biasa dilakui orang. Dari Abu Hurairah radhiallahuanhu bahwa Rasulullah SAW bersabda:

اتَّقُوا اللَّعَّانَيْنِ قَالُوا وَمَا اللَّعَّانَانِ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ الَّذِي يَتَخَلَّى فِي طَرِيقِ النَّاسِ أَوْ فِي ظِلِّهِمْ

“Jauhilah dua orang yang terlaknat.” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, siapakah kedua orang yang terlaknat itu?” Beliau menjawab, “Orang yang buang hajat di jalan manusia atau di tempat berteduhnya mereka.” (HR. Muslim)

Kalau buang hajat saja di tengah jalan sampai terlaknat, apalagi bikin hajatan di tengah jalan, logikanya tentu lebih terlaknat lagi. Kalau buang hajat di jalan, orang masih bisa lewat meski menderita. Soalnya jalanannya bau pesing dan kotoran, bahkan bisa saja menempel di sendal.

Tetapi kalau sampai bikin hajatan di jalalanan, sampai menutup jalan, para pengguna jalan bahkan tidak bisa lewat. Maka ini jauh lebih parah dari sekedar buang hajat di jalanan.

Silahkan bikin tabligh akbar, tetapi jangan sampai para pengguna jalan kehilangan haknya, entah karena kemacetan yang diakibatkan, atau karena jalanan ditutup.

4. Haram Duduk di Jalan Kecuali Bila Kita Memberikan Hak-hak Pengguna Jalan

Hadits berikut ini juga sudah tidak asing lagi buat kita, yaitu Rasulullah SAW melarang kita duduk-duduk di jalan, kecuali bila kita memberikan hak-hak kepada para pengguna jalan.

Dari Abu Said Al-Khudri radhiallahuanhu bahwa Nabi SAW bersabda:

إِيَّاكُمْ وَالْجُلُوسَ فِي الطُّرُقَاتِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا لَنَا بُدٌّ مِنْ مَجَالِسِنَا نَتَحَدَّثُ فِيهَا قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِذَا أَبَيْتُمْ إِلَّا الْمَجْلِسَ فَأَعْطُوا الطَّرِيقَ حَقَّهُ قَالُوا وَمَا حَقُّهُ قَالَ غَضُّ الْبَصَرِ وَكَفُّ الْأَذَى وَرَدُّ السَّلَامِ وَالْأَمْرُ بِالْمَعْرُوفِ وَالنَّهْيُ عَنْ الْمُنْكَرِ

“Hindarilah duduk-duduk di pinggir jalan!” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah bagaimana kalau kami butuh untuk duduk-duduk di situ memperbincangkan hal yang memang perlu?’ Rasulullah SAW menjawab, “Jika memang perlu kalian duduk-duduk di situ, maka berikanlah hak jalanan.” Mereka bertanya, “Apa haknya?” Beliau menjawab, “Tundukkan pandangan, tidak mengganggu, menjawab salam (orang lewat), menganjurkan kebaikan, dan mencegah yang mungkar.” (HR. Muslim)

Di antara hak-hak para pengguna jalan yang wajib kita tunaikan sebagaimana disebutkan di dalam hadits di atas adalah kita tidak boleh mengganggu perjalanan mereka. Kalau di zaman sekarang, di ibu kota Jakarta, bentuk dari istilah mengganggu itu tidak lain adalah kemacetan jalan.

Sebab jalan itu dibuat memang untuk orang lewat. Kalau sampai jadi macet tidak karuan, gara-gara kita bikin tabligh akbar, maka sebenarnya ini perlu dievaluasi ulang secara serius. Benarkah tabligh akbar ini diselenggarakan demi menegakkan syiar Islam? Kalau benar, lalu bagaimana dengan hak-hak para pengguna jalan?

Bikin macet jalanan saja sudah merupakan larangan yang ditegur keras oleh Rasulullah SAW, apalagi bila sampai kita menutup jalan. Tentu ini lebih parah lagi.

Niat Baik Panitia dan Penyelenggara

Namun kita juga harus imbang dalam menilai setiap masalah. Saya termasuk orang yang yakin bahwa para panitia dan penyelenggara tabligh akbar sudah tahu bahwa menutup jalan atau bikin macet jalan itu hukumnya dilarang oleh Rasulullah SAW.

Namun dalam alam nyata ini, saya tahu persis bahwa para panitia dan pengurus tabligh akbar pasti agak kesulitan mendapatkan lokasi yang strategis namun sekaligus mampu menampung jamaah yang membeludak. Sebab di Jakarta yang sangat padat dan sempit ini, sulit sekali mencari lokasi yang lapang macam di kampung halaman sana.

Salah Satu Solusi : Tabligh Akbar di Shubuh Hari

Oleh karena itu, mungkin perlu dicarikan solusinya, biar tabligh akbar tetap bisa berlangsung dengan syiar, dipenuhi jamaah yang bersemangat menegakkan agama, tetapi di sisi lain masyarakat tetap mendapatkan hak-hak mereka, khususnya agar tidak terjadi penutupan jalan atau kemacetan dimana-mana.

Salah satu solusi untuk masalah ini adalah bukan menukar lokasinya, melainkan memutar waktunya. Kalau tabligh akbar biasanya dilakukan sejak sore hingga malam hari, bagaimana kalau waktunya yang diubah menjadi sesudah shalat shubuh di hari-hari libur?

Waktu shubuh apalagi hari libur biasanya tidak ada kemacetan, sebab orang-orang pada hari ini memang libur. Tidak ada antrian kemacetan panjang orang-orang pulang kantor. Sebab kebanyakan di shubuh hari libur itu masyarakat belum mulai banyak beraktifitas. Malah sebagiannya masih pada molor di alam mimpi.

Nah, pada waktu itulah sebenarnya momen yang paling tepat kalau mau diselenggarakan tabligh akbar. Silahkan menutup jalan karena nyaris tidak ada masyarakat yang lewat. Tabligh akbar bisa dimulai sejak pukul 03.00 hingga masuk adzan shubuh. Dipotong dengan shalat shubuh dan diteruskan lagi hingga matahari terbit sekitar jam 06.00.

Begitu masyarakat mulai beraktiftas, tabligh akbar pun sudah usai. Penutupan jalan sudah bisa dicabut dan jalan kembali terbuka.

Semoga Allah SWT selalu memberikan taufiq dan hidayah kepada kita semua. Amien ya rabbal alamin.

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc., MA

 

Tim kreatif

Chat Dengan Kami
built with : https://erahajj.co.id